-->

KOMUNITAS PECINTA ALAM, LAWANGAN AGUNG, SUGIO: Bendera Raksasa Terkibar di Puncak Bukit Kapur



LENSADESA. Banyak cara dilakukan untuk memperingati Hari Kemerdekaan. Sebuah acara secara kreatif dilakukan oleh komunitas pecinta alam di Desa Lawangan Agung, Sugio, Lamongan. Mengibarkan bendera merah putih ukuran raksasa di puncak bukit bekas penambangan batu alam. Ratusan orang ikut menyemarakkannya.

Peristiwa ini adalah yang pertama kalinya dilakukan oleh anak-anak muda Desa Lawangan Agung, khususnya yang tergabung dalam komunitas pecinta alam. Bermula dari pemikiran, apa yang kira-kira bisa dilakukan untuk menyemarakkan peringatan HUT RI yang tahun ini sepi dari kegiatan akibat ada wabah pandemik. Lalu tercetus ide untuk membuat satu kegiatan yang spektakuler dan bisa melibatkan kanyak orang.

"Bersama teman-teman komunitas pecinta alam kami berdiskusi. Lahirlah ide untuk pengibaran bendera merah putih raksasa. Mau dikibarkan di mana?  Terlintaslah tempat, yakni bukit Seloringet di kawasan perbukitan batu kapur perbatasan Sidowayah - Kumisik. Akhirnya bisa kita realisasikan dan berjalan mulus sampai akhir," ucap Ulil Abshar Abdala, juru bicara kegiatan ini.


Menurut Ulil, acara ini tidak saja diikuti anggota komunitas pecinta alam desa setempat. Tapi juga mengundang komunitas dari daerah-daerah lain, yang selama ini mereka sudah kenal sebagai jaringan sesama pegiat pecinta alam.

"Makanya ikut hadir di sini teman-teman pecinta alam dari kota-kota lain. Seperti Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, Mojokerto, Jombang  dan Lamongan kota. Lebih dari 300 orang hadir di sini untuk menyemarakkan rentetan acaranya," jelas Ulil.

Di lokasi pengibaran bendera raksasa ini memang banyak terpasang spanduk berbagai komunitas pecinta alam. Ada Singapala, Genpala, Manpala, Kopala, Sigap dan masih banyak lagi. Ajang kali ini memang sekaligus dijadikan acara reunian para pegiat pecinta alam yang sudah beberapa bulan tidak bisa bersilaturahmi secara langsung.


"Itulah sebabnya kita jadikan acara ini sekaligus sebagai sarana silaturahmi dan komunikasi antarsesama pegiat lingkungan dan pecinta alam dari berbagai kota. Banyak diskusi dan sharing yang kita lakukan. Terutama untuk membuat agenda-agenda ke depan, setelah situasi nanti normal kembali," ujar Ulil.

Acara ini sebenarnya berlangsung selama dua hari. Yakni pada 16 Agustus malam diadakan acara renungan malam refleksi kemerdekaan. Setiap perwakilan diminta untuk berbicara sebagai generasi muda dan sebagai pegiat lingkungan untuk merefleksikan apa makna kemerdekaan bagi anak-anak muda, terutama yang tergabung dalam kelompok pecinta alam. Apa makna kemerdekaan, bagaimana cara mengisi kemerdekaan, apa nilai-nilai harus diperjuangkan ke depan. Dari refleksi bersama ini bermunculan banyak ide kreatif dan pencerahan. Meski santai tapi khidmat.


Keesokan harinya pada 17 Agustus barulah diadakan acara inti yakni pengibaran bendera raksasa berukuran 10m x 14m di dinding bukit kapur paling atas. Setiap perwakilan  komunitas pecinta alam terlibat dalam pemasangan bendera ini.

"Begitu bendera merah putih terpasang, kita semua langsung menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya secara bersama-sama, mengikuti komando pimpinan upara. Setelah itu kita lanjutkan dengan menyanyikan lagu Hari Merdeka dan Maju Tak Gentar untuk memberi energi dan semangat kepada semua yang hadir agar tak pernah patah semangat, selalu optimis menghadapi masa depan, di negeri Indonesia tercinta ini," tandasnya.

Setelah acara pengibaran bendera merah putih raksasa, agenda berikutnya adalah bersih-bersih lingkungan. Sebagai pecinta alam dan pegiat lingkungan, mereka sadar mencintai alam dan melestarikan lingkungan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan. Karena manusia hidup tak bisa lepas dari alam.


"Akibat penambangan bukit kapur yang terus menerus, banyak berserakan sampah di kawasan ini, termasuk sampah-sampah plastik yang sebenarnya berbahaya kalau tidak segera dibakar, karena plastik itu tidak bisa diurai oleh tanah. Jadi, kita kumpulkan lalu kita bakar. Begitu juga sampah-sampah yang lain. Targetnya, lingkungan bukit kapur ini menjadi bersih bebas sampah sehingga enak untuk dikunjungi," ucapnya.

Bendera raksasa itu akan tetap dibiarkan berada di dinding bukit sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Ada kebanggaan saat melihatnya dari jauh. Ada semangat nasionalisme yang mengalir dari kibaran bendera yang menempel pada dinding bukit itu.

"Banyak yang hadir kemudian menjadikannya sebagai spot untuk foto-foto. Itu bukti bahwa anak-anak muda masih cinta merah putih. Masih melekat kuat darah Indonesia di dalam dadanya. Makanya bendera itu tidak kita turunkan. Biarlah akan menjadi dorongan energi bagi anak-anak muda sekaligus pesan moral bahwa ada Indonesia yang harus selalu kita cintai dan lindungi," tandasnya.

Menurut Ulil, ke depan ada ide arena perbukitan kapur ini bisa dijadikan tempat latihan panjat tebing yang permanen atau dijadikan lokasi desa wisata alam," tandasnya menutup perbincangan.* (Yunus Hans)
LihatTutupKomentar