-->

SINTO SP, KEPALA DESA SUMBER AGUNG, MODO: Sumur Abadi Gadjah Mada Akan Menjadi Obyek Wisata Sejarah

SINTO SP DAN LUCKY. Sumur Abadi Gadjah Mada Tak Pernah Kering. 




LENSADESA. Sejarah otentik Patih Gadjah Mada memang masih misteri. Tetapi, sebagai sebuah legenda, ceritanya masih beredar luas di masyarakat. Terutama sejumlah desa di Kecamatan Modo dan Ngimbang. Potensi sejarah inilah yang akan dijadikan Kepala Desa Sumber Agung sebagai program unggulannya. Membangun kompleks wisata Sumur Abadi Gadjah Mada.


Sinto SP, Kepala Desa Sumber Agung, Kecamatan Modo, Lamongan, kepada LensaDesa mengatakan bahwa atas aspirasi dan dorongan anak-anak muda di desanya, perangkat desa dan semua tokoh masyarakat bersepakat akan membangun wisata desa yang berbasis pada legenda dan sejarah  Maha Patih Gadjah Mada.


"Secara turun-temurun cerita Gadjah Mada masih sering kita dengar dari orang-orang sepuh di sini. Bahwa di Desa Sumber Agung inilah masa muda Gadjah Mada dihabiskan. Sewaktu masih menggembala kerbau dan sapi milik mbok Rondo Wora Wari, perempuan tua yang membesarkannya. Yang lebih sering dipanggil Mbok Rondo Kuning. Sumur tempat dia mandi, bermain, sambil mengawasi hewan ternaknya itu masih ada. Yang dinaungi pohon-pohon tua dan airnya tak pernah kering. Kisah remaja Gadjah Mada inilah yang menjadi dasar kami untuk membuat desa wisata sejarah di desa ini," ungkap Sinto.



Menurutnya, orang Modo pada khususnya dan Lamongan pada umumnya, tidak boleh melupakan sejarah nenek moyangnya sendiri. "Kita bangga pada Gadjah Mada. Maha Patih kerajaan Majapahit yang paling hebat. Menjadi patih di masa Raja Jayawardhana, Tribuwana Thunggadewi, hingga Hayam Wuruk. Karena berhasil menumpas berbagai  pemberontakan yang merongrong Majapahit. Mulai pemberontakan Ra Kuti, Ra Tanca, Keta hingga Sadeng. Generasi muda harus paham sejarah tersebut. Agar selalu ingat bahwa Gadjah Mada yang mencetuskan Sumpah Amukti Palapa dan menjadi benteng utama kebesaran Majapahit itu asalnya dari Modo. Semua pemberontakan terhadap Majapahit bisa ditumpas selama Gadjah Mada menjadi patihnya," papar suami Siti Khusniyatun ini panjang lebar.


Lucky Hendra Ernawan, Kasie Pemerintahan Desa, menambahkan bahwa sumur tua yang masih produktif dan beberapa undhak batu di sekitarnya adalah tapak tilas sejarah yang harus tetap dilestarikan, dijaga, dirawat, dan dikembangkan nilainya. Salah satunya dijadikan sebagai obyek wisata edukasi untuk pelajar dan masyarakat.




"Kita segera buat maket dan planing-nya. Mengingat dana desa yang didapat oleh Sumber Agung ini terhitung kecil jika dibandingkan desa-desa lainnya. Namun, dengan segala keterbatasan itu, kita optimis Desa Wisata Sumur Abadi Gadjah Mada atau Sumur Joko  Modo ini akan bisa  direalisasikan. Kita ajak anak-anak muda untuk gotong royong mewujudkan cita-cita ini dengan penuh semangat dan rasa bangga," tandas Lucky.


Luas area tempat sumur abadi Gadjah Mada ini sekitar 7.000 m2, bersebelahan dengan tanah kas desa seluas dua hektar. "Jadi, konsepnya nanti bukan sekedar wisata sejarah saja yang dibangun. Tapi akan dipadukan dengan wisata agrobisnis dan edukasi. Jadi, nanti ada wisata petik buah, tanam buah jambu, aneka kuliner tempo dulu, arena panahan, arena main egrang, mainan benthik, atraksi pencak silat, dan sebagainya. Nanti juga ada dokar dan cikar tempo dulu, ada kuda yang bisa untuk berfoto dan dinaiki pengunjung, dan spot yang instagramable. Tapi, semua itu harus pelan-pelan sesuai kemampuan," tambahnya.


Jika lokasi wisata sejarah Sumur Abadi Gadjah Mada ini sudah jadi, kata Lucky, obyek wisata ini akan melengkapi yang sudah ada, yakni Petilasan atau Pesarean Andong Sari, ibunda Gadjah Mada, yang terletak di Desa Cancing, Ngimbang. Sekitar 12 km dari Modo. 

LUCKY HENDRA. Untuk Wisata Sejarah, Edukasi, dan Agrobisnis.


"Menurut cerita, ketika ibunya Gadjah Mada meninggal, dua orang pengawal istana menitipkan jabang bayi ini kepada mbok rondo Wora Wari atau mbok Rondo Kuning untuk dibesarkan. Siapa ayah Gadjah Mada memang masih menjadi perdebatan. Tapi di mana ia dibesarkan hingga remaja, yakni di Modo, hampir tidak ada yang membantah. Beberapa sejarawan bahkan memastikan. Berdasar pada cerita legenda rakyat dan berbagai petilasan yang ada sebagai jejaknya," jelasnya.


Mengapa obyek wisata Joko Modo atau Sumur Abadi Gadjah Mada ini baru digarap sekarang? Sinto memberikan dua alasannya. Pertama, karena masa pemerintahan kepala desa sebelumnya hanya fokus di sektor pertanian, tidak memikirkan potensi lainnya. Kedua, karena adanya dana desa sekarang ini membuat kepala desa harus kreatif membuat program-program baru yang bisa mengangkat nama desanya, agar desanya dikenal orang, sekaligus untuk menambah pendapatan desa supaya desa bisa semakin memakmurkan warganya atau membuatkan berbagai fasilitas publik yang lebih baik. 


"Akan tetapi, mengingat berbagai keterbatasan yang ada, terutama aspek pendanaan, progresnya tidak bisa terlalu cepat. Kita realistis saja. Maka tidak menutup kemungkinan kita menerima hadirnya investor dari luar. Tapi, semuanya nanti terserah pada keputusan musyawarah mufakat para stakeholder di desa ini," ucap Sinto, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Blitar ini, di akhir perbincangan.* (Yunus Hanis S)

LihatTutupKomentar