-->

SUISNO, KADES LAWANGANAGUNG, SUGIO: Mantan TKI, Keduk Embung dan Bangun Irigasi



LENSADESA. Perjalanan hidup Suisno, Kepala Desa Lawanganagung, Sugio, Lamongan ini sungguh menarik. Pernah tertipu saat mendaftar jadi polisi. Pernah sepuluh tahun jadi TKI di Malaysia. Saat pulang kampung mencoba ikut kontestasi jabatan Kepala Desa. Tak dinyana masyarakat mempercayainya. Januari kemaren resmi ia harus memimpin desa tempat kelahirannya. 


"Sebenarnya saya nggak begitu yakin bakal terpilih. Karena lawannya berat. Di sini ada tiga calon. Dua perangkat desa yang sudah lama berbaur dengan masyarakat sedangkan saya ini pendatang baru yang belum lama balik dari Malaysia. Ternyata suara pemilih saya yang terbanyak dan membawa saya jadi Kepala Desa. Mungkin masyarakat sudah ingin perubahan dan penyegaran. Tapi  semua itu mungkin sudah takdir," ucap Suisno kepada LensaDesa.


Suisno memang bercerita sangat banyak tentang perjalanan hidupnya sebelum menjawab beberapa pertanyaan LensaDesa. Mulai dari hidupnya yang sudah yatim sejak kecil, tidak bisa melanjutkan pendidikan setelah SMA, tertipu oleh oknum calo kepolisian, hingga suka dukanya merantau sepuluh tahun ke Malaysia sekaligus untuk melupakan kepedihan hatinya.




"Semua saya syukuri sekarang. Terutama hikmah selama 10 tahun menjadi TKI yang sempat terlunta-lunta tanpa penempatan kerja selama tiga bulan pertama. Semua itu memberi pengalaman hidup. Dan harta yang saya bawa pulang ke Indonesia memang bukan uang. Tapi berbagai pengalaman selama di Malaysia dan pengamatan bagaimana orang-orang di sana membangun kampungnya, itulah harta yang tak ternilai harganya. Saya jadikan model untuk mengabdi pada kampung halaman. Moga-moga saja saya bisa amanah dan nanti berhasil. Mohon doanya," ucapnya.


Begitu menang kontestasi dan dilantik sebagai Kepala Desa, Suisno langsung memetakan persoalan desanya. Dan bersama perangkat desa lainnya membuat skala prioritas program apa saja yang mendesak dilakukan dan mana yang bisa ditunda. 


"Kata kuncinya kan harus fokus. Dan fokus berarti harus ada skala prioritas. Supaya arah pembangunan di desa ini jelas dan bisa terukur keberhasilannya. Jadi, saya petakan menjadi yang wajib dulu baru yang sunah. Yang wajib adalah yang dampaknya harus bisa dirasakan langsung oleh mayoritas masyarakat. Saya mulai dari situ," tandasnya.




Sadar bahwa 90% warganya adalah petani yang mengandalkan hidupnya dari sektor pertanian maka Suisno memprioritaskan pembangunan irigasi. "Banyak yang sudah parah. Dan harus direnovasi. Saya nilai ini yang paling mendesak dan punya dampak besar bagi warga masyarakat kalau segera ditangani," ujarnya.


Maka, Suisno kemudian melihat potensi desanya. Ternyata ada lima embung. "Irigasi itu berkaitan dengan embung. Kita harus mulai dari hulunya. Kita prioritaskan harus mengeduk semua embung yang ada agar bisa menampung air dengan debit lebih banyak. Alhamdulillah, sudah dua embung selesai kita keruk. Tinggal tiga embung lagi. Kalau semua selesai, harapan saya urusan pertanian di sini akan beres. Air yang melimpah akan meningkatkan hasil pertanian. Selama ini kita hanya bisa tanam dua kali setahun. Kalau embung sudah final semua, harapannya bisa tanam tiga kali tanpa kekurangan air. Dengan begitu produktivitas sawah akan meningkat dan kesejahteraan petani akan lebih baik," tandasnya.


Ketika LensaDesa menemui Suisno, Kepala Desa yang selalu energik ini tampak sedang mengawasi pembuatan yudit. Yudit adalah beton yang berbentuk leter U yang akan digunakan sebagai sarana untuk mengalirkan air dari embung melewati irigasi-irigasi yang akan diperbaiki. "Ada tiga hektar embung yang akan kita jangkau. Semoga akhir tahun ini sudah selesai sehingga pas musim penghujan sudah bisa berfungsi semua dengan baik," tambahnya.




Pembuatan yudit dan saluran irigasi tersebut juga didesain padat karya. Artinya, banyak masyarakat setempat yang dilibatkan. Tujuannya agar uang sebagian besar juga berputar di antara para warga. Biaya pembangunan irigasi dan pengerukan embung diambilkan dari dana desa. Sehingga penggunaan dana desa menjadi tepat sasaran dan langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.


"Saya juga mengajak warga untuk berpartisipasi di sektor lain. Yakni, infrastuktur jalan. Beberapa jalan yang rusak kita perbaiki. Tapi caranya masyarakat harus mau terlibat. Alhamdulillah, dari warga bisa terkumpul dana sepuluh juta lebih. Itu semacam edukasi juga bahwa fasilitas umum harus kita jaga bersama, perbaiki bersama, dan kita pakai bersama. Saya bangun kesadaran semacam itu bahwa kita sebagai warga masyarakat harus peduli dengan sarana publik yang ada di kampung ini," jelasnya.


Lalu apalagi yang menjadi prioritas pembangunan di Lawanganagung? "Masih ada hubungannya dengan pertanian sebenarnya. Tapi saya belum menemukan solusi yang cespleng. Ini yang saya jadikan PR bersama dengan para petani desa ini. Pupuk dan bibit masih jadi kendala. Pupuk sering langka dan bibit kadang kualitasnya rendah. Saya sedang diskusikan dengan pihak UPT Dinas Pertanian dan petugas penyuluh. Semoga ada solusinya," pungkasnya.* (Yunus HS)

LihatTutupKomentar