-->

BUDIDAYA LELE KOLAM TERPAL BULAT: Membuat Pekarangan Jadi Mesin Uang


LENSADESA. Terkadang masih banyak orang yang berpikir bahwa jalan-jalan itu adalah kegiatan yang sia-sia. Hanya memboroskan uang dan waktu. Padahal, jika mau mengubah perspektifnya, bisa jadi jalan-jalan adalah kegiatan yang positif dan nanti buahnya sangat produktif. 

Bukankah Tuhan menciptakan segala sesuatu yang terjadi ini sebetulnya tidak ada yang sia-sia? Makanya dalam agama pun silaturahmi itu sangat dianjurkan karena bisa menjadi salah satu jalan pembuka rezeki.

Seperti perjalanan LensaDesa kali ini ketika mengunjungi salah satu sudut pedesaan di Yogyakarta. Tepatnya di desa Sepaten, Kranggan, Galur, Kulonprogo, Yogyakarta. Perjalanan ini menjadi inspirasi yang segar dan melahirkan ide yang baru.


Desa yang terletak di bagian barat Yogyakarta dan hanya beberapa kilometer dari bibir panta selatan ini ternyata sekarang menjadi inspirasi kegiatan ekonomi banyak orang dari banyak kota. Mengapa? 

Karena keberhasilan warganya menyulap tanah kas desa dan pekarangan penduduk menjadi mesin pencetak uang. Caranya juga sederhana. Yakni, menjadikan lahan pekarangan yang tadinya tidak produktif menjadi sumber mata air uang yang terus mengalir tiada henti sepanjang tahun.

"Kami mengedukasi warga untuk membuat kolam-kolam lele dengan cara budidaya baru yang lebih efisien. Sistem kolam bundar dengan memanfaatkan terpal dan tidak memerlukan aliran air yang melimpah. Karena sirkulasi air bisa diatur dengan genset yang airnya berasal dari sumur atau saluran irigasi kecil. Dengan sistem ini pembuangan kotoran juga lebih mudah. Kualitas air terjaga," jelas Sutrianto, ketua Kelompok Budidaya Ikan Mina Taruna Sapotan.



Biaya untuk membuat kolam bulat seperti yang dikembangkan oleh kelompok pengembang budidaya lele di Kulonprogo ini  juga tidak mahal. Habis sekitar Rp 2 juta untuk diameter 3 meter. Yang tiap kolamnya bisa diisi sekitar 4.000-5.000 ekor bibit lele. Dengan masa panen sekitar 3 bulan, tergantung besaran bibit yang ditabur.

Kelompok Tani Mina Taruna sangat terbuka jika ada masyarakat luas yang ingin belajar tentang budidaya lele sistem baru ini. Dan memang selama ini sudah banyak kelompok tani dari daerah lain yang mengadakan studi banding ke tempat ini.

"Selama pandemi covid ini hampir tidak ada masalah dengan lele. Baik budidayanya maupun pemasarannya. Sangat berbeda dengan peternakan ayam yang sempat harganya jatuh. Kalau lele relatif stabil saja. Semua panenan kita selama ini terserap. Data tengkulak kita dapatkan dari Dinas Perikanan. Bahkan panenan kita selalu jadi rebutan," jelasnya.


Keungggulan lain dari budidaya lele kolam terpal bulat ini, selain bisa dibuat di lahan pekarangan penduduk yang masih kurang produktif, juga secara teknis budidayanya mudah. Bisa dilakukan siapa saja. Bisa dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga. Atau anak-anak ketika waktunya sudah senggang. Tidak memerlukan skill khusus dalam budidaya ini. Bahkan saat panen pun, tenaga yang memanen sudah disiapkan oleh tengkulaknya. 

Menurut konsultan perikanan darat, Dadang T Abdullah, hasil panen budidaya lele dengan kolam terpal seperti itu akan lebih optimal lagi jika petani mau menambahkan probiotik Rajalele pada pakannya. Karena probiotik Rajalele akan mempercepat pertumbuhan ikan secara merata dan 90% pakan menjadi daging. "Pakan yang menjadi kotoran menjadi sangat sedikit. Sehingga kolam akan bebas amoniak. Kualitas air akan terjaga. Ikan sehat semenjak ditaburkan dari benih," jelas Dadang meyakinkan

Probiotik Memacu Pertumbuhan Ikan

"Praktis kegiatan intinya adalah memberi pakan tiga kali sehari. Asal pakannya sudah disiapkan di ember, nanti pemberian pakannya bisa diwakilkan siapa saja yang ada di rumah. Tinggal diingatkan jam-jam memberi pakannya," jelas M. Tugiman, pengurus lainnya.

Saat ini kelompok Mina Taruna memiliki sekitar 80 kolam terpal bulat. Ke depan akan terus ditambah seiring dengan keuntungan yang diraih. Bisa juga dengan memanfaatkan sebagian dana desa untuk pemberdayaan masyarakat.

"Setiap kolam ini kita bisa bisa menghasilkan panenan sekitar 4 kuintal dan masih ditambah afkirannya yang bisa dikonsumsi sendiri. Pakan yang dihabiskan sekitar 300 kilogram. Harga panen masih standar sekitar Rp 15.000 per kg. Kita sedang mencoba dengan kepadatan tebar bibit yang lebih tinggi di beberapa kolam. Semoga nanti hasilnya lebih maksimal," pungkas Tugiman.* (Arif YP)

LihatTutupKomentar