-->

MIFTAHUL FIRDAUS, KADES GEMPOLPADING, PUCUK, LAMONGAN: Pengangguran Jadi Kades, Siap Wujudkan Desa Entrepreneur

MIFTAHUL FIRDAUS, KADES GEMPOLPADING


Lensa DesaSiapa yang bisa membaca garis tangan seseorang dengan pasti? Perjalanan hidup seseorang juga seringkali tak terduga. Begitulah yang dialami Miftahul Firdaus yang pada 13 Agustus 2022 lalu dilantik menjadi Kepala Desa Gempolpading, Pucuk, Lamongan. Sejarah telah menuliskan bukunya sendiri.


Awalnya karena pandemi covid. Banyak karyawan yang kena PHK.  Termasuk Miftahul Firdaus. Karena tidak ada pekerjaan yang pasti lagi maka ia memutuskan balik kampung ke Lamongan. Setidaknya untuk sementara waktu sampai pandemi selesai.




"Pas di desa saya ada jadwal Pilkades. Posisi saya jelas pengangguran. Tidak punya apa-apa. Bahkan tinggal pun masih numpang orang tua. Saya bertanya kepada teman-teman di desa: siapa kira-kira yang akan nyalon kades? Jawabannya senada. Belum tahu, belum pasti, belum jelas. Sebab, yang akan dilawan adalah inkumben yang akan mencalonkan lagi. Begitulah awalnya," ujar Miftahul Firdaus kepada LensaDesa mengenang perjalanannya ikut Pilkades.


"Karena tidak ada yang berani mencalonkan diri maka teman-teman malah menyuruh saya untuk mendaftar. Saya bilang kalau teman-teman kompak mendukung saya, saya akan maju. Dengan kondisi yang ada ini. Pengangguran. Tidak punya uang. Tidak ada fasilitas. Tapi saya punya lima ide besar untuk memajukan desa ini jika nanti terpilih. Akhirnya mereka setuju. Dan saya langsung mendaftar. Karena mendaftar balon Pilkades kan hanya butuh keberanian untuk ambil formulir. Gratis," tandasnya.




Tentu saja keputusannya untuk ikut kontestasi dalam Pilkades menggegerkan warga sekampung. Bagaimana tidak? Anak muda yang baru dirumahkan dari perusahaannya berani nekad ikut Pilkada. Apa yang akan diandalkannya?


"Saya percaya bahwa untuk menggapai sesuatu tidak harus dengan modal uang. Bagi saya itu teori lama. Justru uang bisa digantikan dengan hal lain yang kalau dikonversi nilainya setara atau lebih. Apa itu? Yakni, ide, gagasan, program serta waktu. Ide tidak bisa dinilai dengan uang. Waktu tidak bisa dibeli dengan uang. Maka saya maju dengan modal ide dan waktu itu. Bukan dengan modal uang untuk menyuap pemilih," ujarnya.








Karena tidak punya uang untuk merayu warga untuk memilihnya maka Miftahul Firdaus mengoptimalkan waktu enam bulan masa kampanye untuk menawarkan dan menjelaskan program-programnya .


"Saya datangi tokoh-tokoh masyarakat. Tokoh-tokoh agama. Bahkan ke warung-warung kopi. Saya terus terang jelaskan bahwa saya mencalonkan ini tidak punya uang. Tapi punya niat baik dan saya punya lima program andalan. Untuk anak-anak muda, untuk petani, untuk ibu-ibu PKK, untuk pemberdayaan warga dan untuk memajukan desa. Poin-poinnya jelas. Terserah mau diterima apa tidak, saya hanya minta untuk memikirkan bersama," ucap sarjana komunikasi dari sebuah universitas di Surabaya ini.




Awalnya, lanjut Miftah, dia ingin maju hanya dengan modal dua spanduk saja. Spanduk berisi program yang dipasang di perempatan desa. Agar semua orang membacanya. Kalau dianggap baik pasti orang akan mendukung dan nanti memilihnya.


"Tapi, saya berpikir masyarakat ini kan literasinya rendah. Maka memasang spanduk saja tidak cukup. Akhirnya saya putuskan saya datang dari rumah ke rumah, dari warung ke warung, dari mushola ke mushola, dari pos ronda ke pos ronda. Alhamdulillah, ternyata banyak yang menyambut positif. Sebagian di antara mereka lantas membuat tim-tim sendiri untuk mendukung dan menyebarluaskan ide-ide untuk kemajuan desa Gempolpading," paparnya.


Yang tak pernah dia sangka ternyata apa yang dilakukannya itu menggelinding begitu masif. "Tiba-tiba saja sudah terbentuk grup-grup dari pemuda, bapak-bapak, ibu-ibu yang berkampanye untuk kemenangan saya. Tiba-tiba setiap hari rumah ibu saya didatangi mereka untuk rapat, konsolidasi, tukar pikiran sambil membawa konsumsi sendiri-sendiri. Itu sungguh mengharukan. Banyak dukungan yang sangat tulus untuk saya," ucap Miftah dengan mata berbinar.


Yang juga bikin terenyuh, kabar pencalonannya juga sampai di kota-kota lain. "Banyak warga sini yang jualan pecel lele di Jakarta, Kalimantan, Bekasi, Bali, Surabaya, Malang, dan dari Malaysia mengirimkan saweran untuk tambahan konsumsi teman-teman. Semua uang itu tidak ada yang masuk ke rekening saya. Tapi langsung ke pemuda dan mereka kelola untuk pergerakan kampanye. Saya tidak mau ada isu tak sedap menyangkut uang. Karena dari awal saya hanya menjual ide dan waktu. Kalau ada sumbangan uang itu langsung saja ke relawan," tambahnya.






Pada akhirnya, Miftah memang memenangkan kontestasi Pilkades Gempolpading. Dan sangat dramatis. Hanya selisih tujuh suara. "Di atas kertas sih harusnya bisa menang di atas 200 suara. Tapi karena di hari-hari terakhir ada pihak-pihak luar yang membuat serangan-serangan fajar maka keunggulannya hanya tujuh suara. Tapi tidak mengapa! Karena memang masih begitulah realita demokrasi di desa. Semoga ke depan praktek-praktek begitu bisa kita hilangkan sama sekali dari semua Pilkades di negeri ini," harap pemuda 32 tahun yang pernah lama bekerja di Freeport ini.


Ke depan, harap Miftah, setelah kepemimpinan desa berada di tangannya, ia hanya ingin masyarakat bisa kompak mendukung program-program yang pernah ia sampaikan saat kampanye. Apalagi Gempolpading punya alokasi Dana Desa cukup besar, hampir 800 juta per tahun. Akan sangat efektif untuk program-program pemberdayaan masyarakat khususnya bagi pemuda.



"Salah satunya saya ingin menjadikan desa Gempolpading sebagai desa entrepreneur. Mengangkat semua potensi SDM dan SDA yang ada. Agar tidak ada pengangguran lagi. Agar ekonominya semakin baik dan lebih sejahtera. Saya sudah menghubungi banyak jejaring saya untuk nantinya mau melatih anak-anak muda dan ibu-ibu Gempolpading agar bisa berbisnis dengan cara yang baru. Dengan memanfaatkan market place, SEO, FB Ads, branding, packaging, dan semuanya. Ilmu modern ini harus dikuasai anak-anak desa. Karena desa punya kuota internet yang besar tapi selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal karena tidak ada program untuk itu," ungkap Miftah.





Ada kejadian unik saat Miftah mengikuti pelantikan Kepala Desa baru di pendopo kabupaten Lamongan. Jika kades-kades lainnya diiringi oleh tokoh desa atau tim suksesnya yang sudah tua-tua, tidak demikian dengan dirinya.


"Saya dikawal oleh 100 pemuda Gempolpading. Hasan Basri Kartosuwiryo dan kawan-kawan yang biasa nongkrong di kafe Bacoot. Karena banyak sempat dikira oleh Satpol PP akan ada demo yang memprotes pelantikan salah satu kades. Karena ini pertama kalinya dalam sejarah di Lamongan, kades terpilih didampingi seratus orang dan anak muda semua. Orang-orang tua menunggu di desa dan baru berkumpul malam harinya untuk tasyakuran bersama. Kalo ingat itu, seringkali saya ingin ketawa lagi," ujar Miftah.


Terhadap kemenangan yang diraihnya ini, Miftah hanya ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada semua warga Gempolpading yang telah memilihnya. Tanpa terkecuali. Dan dukungan itu tidak boleh berhenti sampai di pelantikannya. Tapi diharapkan akan terus dilakukan hingga terwujud semua program-program yang akan dilaksanakan untuk kemajuan dan pemberdayaan desa.



"Saya tidak menyebutkan satu persatu. Tapi kalau boleh saya menyebut nama, saya harus berterimakasih kepada Ustad Syukur yang terus-menerus mendampingi sejak saya mendaftar. Juga kepada Pak Handoyo yang banyak memberi masukan. Itu adalah dukungan moral yang luar biasa. Mungkin saya tidak akan bisa membalasnya. Tapi saya berjanji saya akan merealisasikan semua janji saya untuk memajukan desa Gempolpading dengan berbagai terobosan baru. Demi perubahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Moga-moga tugas itu bisa saya jalankan dengan penuh amanah dan prinsip transparasi bagi semua," ucap Miftahul Firdaus di akhir perbincangan.* ( DWISA PUTRA / MIFTAH M MUTTAQIN)


LihatTutupKomentar