LENSADESA. Tidak ada niat menjadi Kepala Desa, kini malah sudah menjabat tiga periode sebagai Kepala Desa Moronyamplung, Kembangbahu, Lamongan. Berkat kepemimpinannya jalan antardusun kini tersambung. Ke depan, Sri Rahayu, ingin mempopulerkan desanya yang punya aset bumi perkemahan. Harapannya, lewat potensi wisata edukasi itu kesejahteraan warganya akan meningkat seiring dengan semakin banyaknya wisatawan yang datang.
"Boleh disebut saya menjadi kepala desa ini seperti kecelakaan. Karena tidak pernah punya bayangan sama sekali. Saya itu kuliah di IKIP karena ingin menjadi guru yang sejak kecil menjadi cita-cita saya. Ternyata takdir bicara lain. Setelah wisuda malah menjadi kepala desa. Dan terus menerus terpilih sampai tiga periode. Saya anggap ini sebagai jalan hidup" ujar Sri Rahayu membuka percakapan dengan LensaDesa.
Kisahnya, begitu selesai wisuda, Sri Rahayu didatangi sejumlah tokoh desa dan diminta untuk ikut mencalonkan diri jadi Kades. Alasannya, desa butuh pembaharuan dan penyegaran. Untuk itu dibutuhkan tokoh muda untuk tampil agar bisa membawa desa ke arah yang lebih baik dan berkembang.
"Terus terang saat itu shock. Saya masih culun ibaratnya. Kok mau memimpin desa, apa ya bisa? Tapi, di sisi lain saya melihat desa saya memang stagnan. Begitu-begitu saja tanpa perkembangan. Kepala Desa hanya menjalankan rutinitas dan kerja administratif saja. Akhirnya, setelah diyakinkan oleh banyak pihak, bismillah, saya memberanikan diri untuk maju. Alhamdulillahnya, kok saya menang mutlak. Dengan selisih 600 suara dari incumben. Di luar dugaan juga Mau tidak mau saya harus total membulatkan tekad untuk mengubah wajah desa sebagai bakti kepada kampung sendiri," tutur alumni IKIP PGRI Surabaya ini.
Begitu terpilih dan dilantik Sri Rahayu langsung tancap gas. Bersama dengan perangkat desa lainnya dan bersinergi dengan BPD ia segera memetakan problem dan potensi desanya. Kemudian membuat prioritas program mana yang mendesak dan mana yang bisa ditunda lebih dahulu.
"Yang paling urgen adalah infrastruktur. Saya lihat jalan-jalan penghubung antar dusun kondisinya sangat parah. Itu seringkali menyulitkan warga ketika melakukan mobilitas sehari-hari. Juga menyulitkan warga ketika mengangkut hasil panen. Maka memperbaiki jalan-jalan penghubung itu menjadi prioritas program kerja saya. Seperti sekarang ini, semua dusun di Desa Moronyamplung sudah terhubung dan masyarakat tidak lagi kesulitan melakukan mobilitasnya," tambahnya.
Diceritakan oleh Sri Rahayu, tantangan saat itu lumayan berat. Sebab, belum ada yang namanya Dana Desa. Beruntung ketika mahasiswa ia aktif di organisasi. Kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi menjadi bekal pertama untuk mewujudkan programnya.
"Saya riwa-riwi ke kabupaten. Melobi Bupati, DPRD, Dinas terkait, dan elemen-elemen masyarakat lainnya termasuk pihak swasta untuk membantu pembangunan jalan penghubung itu. Kerja keras itu membawa hasil dan masyarakat pun puas setelah desanya terhubung dari dusun ke dusun," tambah ibu dari tiga anak ini: Dimas Setyo Anggoro, Setyo Harjanto, dan Dendra Setyo Prima.
Keberhasilan memimpin desanya di periode pertama itu membuat masyarakat tetap menginginkannya menjadi kepala desa lagi ketika masa jabatannya habis.
"Lucu memang. Di periode kedua itu saya hanya melawan bumbung kosong. Tapi menang mutlak. Otomatis saya memimpin lagi. Tapi, tugas jadi lebih ringan karena tinggal melanjutkan program-program terdahulu. Menyempurnakan yang sudah berjalan dan menambah program kerja baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kalau dulu masih ada beberapa pihak yang meragukan kemampuan saya yang masih belia, pada periode kedua itu dukungan saya dapatkan sepenuhnya. Dan kepercayaan dari warga itu tidak saya sia-siakan," kenang alumnus SMA Negeri 2 Lamongan ini.
Ketika masa jabatannya di periode kedua habis, sebetulnya Sri Rahayu sudah ingin berhenti juga sebagai Kepala Desa. Namun, masyarakat masih keberatan dan mendorongnya lagi untuk mencalonkan kembali untuk periode ketiga. Banyaknya tokoh masyarakat yang menaruhkan harapan ke pundaknya, membuatnya tak bisa mengelak. Ia pun mendaftar kembali sebagai calon kepala desa.
"Nah, karena aturan baru tidak boleh melawan bumbung kosong maka di periode ketiga ini saya punya lawan. Karena ada calon lain yang mendaftar. Dan menurut saya itu bagus supaya masyarakat punya pilihan. Tapi, lagi-lagi saya menang mutlak. Saya unggul sampai 700 suara. Boleh dibilang menang mutlak juga," ujarnya.
Bagi Sri Rahayu ini kemungkinan adalah periode terakhirnya sebagai kepala desa Moronyamplung. Setelah itu nantinya ia berharap ada kader-kader muda yang akan tampil. Ia ingin menjadi warga biasa yang menikmati hari-hari dengan lebih santai dan ingin balik lagi ke sawah menikmati lagi jadi petani.
Lantas, apa yang akan menjadi prioritas programnya di periode jabatan yang ketiga ini? Terobosan apa yang akan dilakukannya?
"Tentu saja, pembangunan infrastruktur masih harus terus jalan. Dari tahun ke tahun harus ada yang diperbaiki. Tentu saja, sesuai dengan sikon dan kebutuhan masyarakat. Infrastruktur adalah program utama di semua desa. Namun, ke depan ini saya mulai melirik potensi desa yang lain. Yang saya yakin jika dikembangkan dan dikelola dengan maksimal akan memberi dampak yang positif bagi desa ini," ujarnya.
Moronyamplung yang terletak di pinggir hutan, berbatasan dengan kawasan jati Perhutani, menurut Sri Rahayu, punya potensi yang layak dikembangkan menjadi obyek wisata edukasi.
"Selama ini memang sudah ada bumi perkemahan yang sering dimanfaatkan oleh pelajar dan mahasiswa untuk kegiatan alam atau out bond. Namun, menurut saya, belum kita kelola secara optimal dan maksimal. Masih apa adanya. Padahal, sudah banyak komunitas yang sering memanfaatkan lahan itu. Cuma karena selama dua tahun ada covid, jadinya kita belum bisa konsen ke sana. Mungkin dalam waktu dekat sudah bisa kita garap. Saya akan ajak karang taruna dan anak-anak muda untuk membuat konsep yang lebih baik lagi," tandasnya.
Bumi perkemahan yang sudah ada, jelas Sri Rahayu, akan dikembangkan lagi. Akan dilengkapi dengan berbagai wahana atau sarana yang lebih banyak yang akan lebih memuaskan pengunjung. Anak-anak muda pasti lebih paham tentang itu. Saya ingin Bumi Perkemahan Moronyamplung nantinya tidak hanya dikenal di Lamongan sebagai tempat menyelenggarakan even out door. Tapi, juga terkenal sepropinsi Jawa Timur," tandasnya.
Yang diharapkan Sri Rahayu adalah multiple effect dari Bumi Perkemahan ini. Pertama, tentu saja akan meningkatkan PAD Desa. Kedua, bisa menyalurkan kreativitas anak-anak muda agar tidak ada pengangguran di desa ini. Ketiga, kita punya banyak kuliner khas yang biasa dibuat ibu-ibu desa ini. Jadi, kalau perkemahannya ramai otomatis akan mengangkat potensi kuliner desa ini dan memberi kesempatan pada ibu-ibu untuk mendapatan penghasilan tambahan dari jualan kulinernya," jelasnya.
Memang ada dua menu kuliner yang terkenal dari Desa Moronyamplung. Yakni rawon dan nasi jagung. Uniknya, kedua makanan ini dibungkus dengan daun jati. Daun jati sangat melimpah di desa ini. Makan dengan alas daun jati, kata Sri Rahayu, adalah pengalaman yang berkesan bagi para pengunjung.
"Pengunjung diajak memiliki pengalaman masa lalu. Di mana kakek nenek kita jaman dahulu sehari-hari makan dengan wadah daun jati. Bukan dengan piring. Nasi jagung juga semakin langka kan sekarang ini. Terutama bagi orang-orang kota. Jadi, makan nasi jagung dengan alas daun jati bisa menjadi pengalaman baru. Dan harapannya itu yang akan dirindukan. Membuat orang kangen untuk datang lagi. Apalagi kalau ada media atau sosmed yang memviralkannya," ucap Bu Kades di ujung perbincangan.* (YUNUS HANIS SYAM)