-->

BUNDA ERWINA, KLATEN: Berawal dari Satu Jilbab Kini Miliki 100 Karyawan.

 

LENSADESA. Perjalanan hidup manusia memang kadang tak terduga. Yang semula hanya iseng mengisi waktu luang siapa sangka bisa menjadi bisnis yang tumbuh luar biasa. Itulah yang dialami Bunda Erwina, owner Bunda Collection Klaten.


Kalau dipikir secara rasional apa yang dialami Bunda Erwina seolah tidak masuk akal. Bagaimana tidak? Kesuksesannya di bisnis busana muslimah sekarang ini nyaris tidak berhubungan dengan apa yang dijalaninya di masa lalu.


Kuliahnya di Fakultas Sastra. Lulus jadi Sarjana Sastra. Sudah benar kalau menjadi dosen. Sudah mengampu beberapa tahun di UMY. Tapi siapa tahu jalan hidup membawanya berputar 180* dari rencana semula. Ketika datang dari Palembang ke Yogya obsesinya menjadi dosen di kampus ternama. Tapi justru takdir membawanya sukses di bidang yang sama sekali tak pernah terbayangkan sebelumnya. Konveksi.




"Cita-cita memang ingin jadi dosen. Sudah tercapai. Tapi, satu alasan mengharuskan untuk mengubah haluan. Aku mengalir saja mengikuti kehendak Tuhan. Pasti akan ada hal baik di setiap kejadian yang diluar harapan," ujar Bunda Erwina yang sekarang menjabat Ketua Iwapi (Ikatan Wanita Pengusaha) Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.


Ia tak pernah menyangka produk jilbab dan busana muslimah, bakal membesar seperti sekarang. Dulunya, berhenti jadi dosen karena harus ikut suami pulang kampung untuk menemani ibu mertuanya yang sudah sepuh dan tinggal sendirian di rumah tua di Desa Kwaon, Jemawan, Jatinom, Klaten. 


"Ibu kesepian. Sendirian. Minta ditemani. Ya sudah, kita tinggalkan semua kerjaan di Yogya, terutama jadi dosen, untuk memulai hidup dari nol di kampung halaman suami," jelasnya.




Agar tidak ngelangut, Erwina mengisi waktu dengan iseng membuat jahitan jilbab. Begitu jadi ditawarkan ke jamaah masjid saat ada pengajian. Ternyata ada yang berminat. Dari bikin satu, mulai bikin lima, sepuluh, lalu ada yang berminat jadi reseler. Karena kewalahan mengerjakannya sendiri ia lalu mengajak tetangganya untuk dididik jadi penjahit. 


"Sampai akhirnya aku punya 80 penjahit yang semuanya adalah tetangga dekat. Semuanya perempuan yang rata-rata hanya ibu rumah tangga biasa atau petani. Memberdayakan hampir separuh perempuan di desa Kwaon," terangnya.


Keberuntungan datang ketika salah satu pembeli jilbabnya adalah staf Dinas Perindustrian. Minta ijin berkunjung ke tempat produksi. Setelah tahu kesibukan di tempat produksi, staf dinas mengusulkan menjadi UKM Binaan. Dari situlah label Bunda Collection mulai menemukan jalan.




Disperindag lalu mengajaknya pameran busana dari kota ke kota. Mulai dari Klaten, Yogya, Bali, dan Jakarta. Lalu mendapatkan kesempatan diikutkan pameran di Yordania dan Rusia. Hal yang tak pernah terbayangkan olehnya. Pameran di luar negeri.


Dari ajang pameran, pemberitaan media massa mulai bermunculan. Dari dalam maupun luar negeri. Wartawan datang silih berganti mewawancarainya. Ingin tahu lebih dalam bagaimana bisa konveksi di sebuah desa kecil  bisa menasional bahkan ikut pameran internasional. Di situlah Bunda Collection menyadari betapa pentingnya mempunyai hubungan baik dengan media massa. 


"Sampai sekarang setiap ada jurnalis datang aku mencoba melayani dengan sebaik-baiknya. Meski sebenarnya lagi sibuk dengan urusan produksi dan packing," ucap isteri Wahyudi Nasution ini.


Nama yang semakin melambung membuat banyak pengusaha Klaten lainnya mengenalnya. Dalam sebuah kesempatan ia akhirnya didapuk menjadi Ketua Iwapi. Sebuah jabatan  organisasi yang tak pernah ada dalam bayangannya. 


"Duniaku adalah produksi dan kreativitas. Bukan organisasi. Tapi apa daya, amanah sudah dilekatkan, mau tidak mau harus diterima dan dijalani sekuat tenaga agar Iwapi Klaten bisa selevel dengan kabupaten lainnya," tandasnya.




Begitulah. Bermula dari niat sederhana menemani orang tua.  Meninggalkan profesi sebagai dosen yang cukup prestis. Memulai hanya dari satu mesin jahit dan membuat satu jilbab. Kini produknya menasional.


Jadi, rupanya Tuhan memberikan jalan lain untuk kesuksesannya. Bukan di dunia kampus. Tapi, di dunia konveksi. Berurusan dengan kain, gunting, dan mesin jahit. Lantas, cita-cita jadi dosen apakah terkubur? Ternyata tidak! 


Semenjak jadi Ketua Iwapi Bunda Erwina justru sering diminta  banyak instansi untuk memberikan pelatihan atau seminar untuk UKM-UKM baik di Klaten maupun daerah lainnya. Networknya makin luas.


"Semacam menjadi dosen juga. Dosen terbang yang bahkan sering mengajar hingga luar Jawa. Lintas kota, lintas propinsi," ujarnya.


Jadi, sekarang Bunda Erwina malah  semakin sibuk. Karena harus mengurusi tiga hal. Konveksi, Iwapi, dan Pembicara Seminar. Tiga hal yang sekali lagi tak pernah ada dalam bayangannya saat kuliah.


Jalan hidup orang kadang tak pernah tahu ke mana arahnya. Bahkan kadang tak selalu sesuai cita-cita. Tapi, Bunda Erwina tetap bersyukur dengan semua itu. Ia berprinsip akan melakukan sesuatu yang sudah diamanahkan dan berupaya mengerjakannya sebaik mungkin.* (DWISAP)

LihatTutupKomentar