-->

FARHAN SIKI, PELUKIS MURAL KELAS DUNIA: Asal Lamongan, Berkembang di Yogya, Terkenal di Eropa




LENSADESA. Di Lamongan sendiri namanya mungkin tak banyak dikenal. Tapi, di benua Eropa sana, khususnya di kalangan seniman dan pelukis, namanya sangat populer. Pasalnya, hampir tiap tahun ia mengikuti pameran di Eropa dan sering menjadi headline di media massa. Namanya Farhan Siki.


Farhan adalah alumnus SMAN 2 Lamongan. Baginya bisa sekolah di tempat favorit adalah sebuah keberuntungan. "Aku sadar bukan yang otaknya pinter banget. Makanya waktu sekolah juga nggak begitu ngoyo. Biasa saja. Kalau ada jurusan A4 sih pengennya masuk kelas itu. Tapi, kan nggak ada, jadi ya masuk jurusan mana saja yang mau nampung. Yang penting nanti bisa lulus," ucapnya kepada LensaDesa diiringi derai tawa.



Lepas dari SMA, Farhan tidak seperti teman-temannya yang lain yang mengincar kampus ternama di Surabaya atau Malang. Mengejar jurusan-jurusan favorit seperti Kedokteran atau Teknik. Ia malah ke Jember. Masuk ke Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember. Pilihan yang cukup aneh bagi teman-temannya waktu itu.


"Iklim berkesenian di kampus UNEJ ternyata bagus. Aku masuk UKM Kesenian yang ada jurusan Seni Rupa. Baru masuk semester kedua sudah banyak informasi festival. Dan aku langsung ditunjuk untuk ikut pameran lukisan di Bali. Di acara PIMNAS PTN se-Indonesia. Dan ternyata menang.  Sejak itu aku merasa menemukan duniaku dan enjoy di situ. Sampai sekarang," kenangnya.


Selama menjadi mahasiswa sudah ratusan kali Farhan ikut pameran lukisan. Baik mewakili kampus maupun atas nama pribadi. Ia pun bisa melanglang buana kemana-mana lewat festival lukisan. Sampai tak terasa dia sudah melewati dua periode masa kuliah.



"Aku baru lulus setelah delapan tahun enjoy di kampus. Ketika mahasiswa barunya tampak unyu-unyu semua, baru terasa aku ini mahasiswa tua dan nyaris abadi. Barulah tugas akhir kuselesaikan dan bisa wisuda sebagai wisudawan tertua. Hahahaha...," ungkapnya.


Setelah wisuda, Farhan bukannya langsung pulang ke Lamongan. Isi kost ia wariskan kepada pendatang baru. Ia hanya membawa alat-alat lukisnya, buku-buku yang dibutuhkan, dan beberapa potong pakaian. Kota pertama yang dituju adalah Bandung. Yang waktu itu sedang trend pelukis street art. "Di Bandung ini saya terasah dengan lukisan mural. Di beberapa jalan utama kota Bandung, aku ikut bikin mural bareng kawan-kawan untuk membuat kota itu makin cantik dan sedap dilihat. Ada dua tahunan di sana, sebelum pindah ke Jakarta untuk mendapatkan iklim yang lebih kondusif dan network yang lebih luas," ucap Farhan.


Dan benar, Jakarta membuat talenta Farhan semakin terasah dan berkembang. Itu terjadi karena ia bisa bertemu dengan banyak pelukis dari berbagai aliran. "Bisa belajar langsung dari beberapa pelukis dan seniman top. Dan otomatis sering menjadi bagian dari pameran lukisan mereka. Aku terlibat di berbagai festival lukisan nasional maupun internasional. Bagaimanapun itu value dan benefit yang kudapatkan. Network juga kudapatkan. Aku sendiri mulai dikenal dan punya brand bukan lagi sebagai pelukis mural. Tapi pelukis beneran. Di atas kanvas dan kertas. Dengan aliran abstrak atau natural. Karir melukisku diawali dari situ," urainya.



Farhan juga pernah tinggal dan berproses di Studio Hanafi Jakarta. Dari sanalah ia juga bertemu kurator lukisan papan atas. Ia melukis sekaligus terus menambah ilmunya.


Saat ini Farhan tinggal di Yogyakarta. Studionya terletak di Jalan Kaliurang Km 12 Besi, Sleman. Di tempat inilah ia meramu tiner, enamel, cat semprot di atas kertas lukis atau kanvasnya. "Yogya lebih tenang, lebih reflektif, dan kemana-kemana dekat. Jakarta memang bagus untuk maju, tapi suasana kotanya aku lebih suka Yogya dan akhirnya kuputuskan menetap di sini selama sepuluh tahun terakhir ini," ucap pria yang pernah berkolaborasi dengan dua pelukis ternama Italia ini.


Sebagai pelukis mural, Farhan sudah dimasukkan sebagai pelukis street art kelas dunia. Namanya cukup disegani di dunia internasional. Beberapa kali sudah melakukan pameran tunggal di Italia. Biasanya disponsori Bank Generali. Yang terakhir, pamerannya berlangsung sangat panjang, selama enam bulan. Dari Maret sampai September, dari musim semi hingga musim panas. "Publik juga menyambutnya antusias. Bahkan beberapa kali menjadi headline media massa setempat. Pokoknya menyenangkan. Apalagi banyak lukisan yang terjual. Ya, bolehlah kalau itu disebut keberuntunganku," ucapnya.



Selain di Italia, antara lain di Milan dan di Lecce,  Farhan juga pernah mengadakan pameran lukisan tunggalnya di Swiss, London, dan New York. Pernah juga dilibatkan dalam pameran lukisan Sama-Sama Yogya - California. Sekali pernah mengadakan pameran lukisan di Korea Selatan.


Sebagian besar tema lukisan Farhan bertema urbanisme. Luka dan derita batin masyarakat urban akibat cepatnya globalisasi dan kapitalisme menjadi sentuhan utama kanvasnya. Di dunia internasional itu adalah isu sensitif dan selalu menarik untuk didiskusikan banyak kalangan, termasuk seniman lukis. Maka tidak heran jika lukisan-lukisannya sangat diminati bule-bule Eropa.


Siapa tahu garis hidup seseorang? Tidak ada! Farhan pun tidak menyangka jalan hidupnya bakal begini dan dari sebuah desa di Lamongan bisa melanglang buana ke penjuru bumi. Itu pun lewat lukisan. Sesuatu yang selama ini mungkin banyak diremehkan orang. Tapi, banyak yang juga meyakini, bahwa hasil itu tidak akan mengingkari proses, usaha, dan kerja yang sungguh-sungguh. Persisten!



Apa yang dicapai Farhan ini, tambahnya, bisa dicapai oleh siapa saja, termasuk anak-anak Lamongan yang tinggal di pelosok desa sekalipun. Prinsipnya, asal ada kemauan pasti ada jalan. Asal ada niat dan mau gigih mencari jalannya pasti akan sampai tujuan. 


Soal cepat atau lambat itu hanya soal waktu. Tuhan pasti tahu kapan saat yang tepat memberikan capaian kesuksesan itu. Yang penting lagi, jangan pernah menyerah di tengah jalan. Menyerah di tengah jalan sama dengan mengambil setengah jalan kegagalan.


"Menurutku sih, tugas kita ini menekuni apa yang kita suka. Mengasah talenta yang diberikan Tuhan ke dalam tubuh dan jiwa kita. Kalau kita konsisten mengasah dan menekuninya, cepat atau lambat akan menemukan jalan kesuksesannya. Tapi, kadang kita terlalu mendengar apa kata orang. Yang seringkali terlalu berisik. Padahal, kita sebenarnya lebih tahu apa talenta kita, apa tujuan kita, di mana kita akan menemukan kebahagiaan. Kesuksesan itu menurutku  hanya bonus saja dari ketekunan yang kita jalankan. Suara-suara sumbang anggap saja sebagai vitamin. Pelecut diri untuk membuktikan bahwa kita berada di jalan yang benar. Yang penting lagi, kita harus terus belajar. Karena dunia berkembang begitu cepat, begitu eksponensial, kita harus ikut mengejarnya dengan terus belajar," ucap Farhan di akhir perbincangan.* (AMONG KURNIA EBO / DWISAP PUTRA)

LihatTutupKomentar