-->

KETIKA HARUS MEMILIH DAN BERJUANG UNTUK KOMPAK! Oleh Ustad M Syukur*



Banyak pertanyaan masuk ke handphone saya. Semuanya menanyakan hal yang sama; mengapa saya memperjuangkan paslon Handoyo - Astiti?


Ada yang menganggap saya membelot dari idealisme. Ada yang  yang menuduh saya menerima segepok uang sehingga gelap mata. Ada yang mengira saya melacurkan diri tergiur janji-janji? Benarkah?


Ingin saya katakan dalam tulisan ini bahwa sama sekali yang berseliweran dituduhkan itu tidaklah benar. Saya memilih mendukung pak Handoyo sekaligus berjuang dalam barisannya  100% karena berpikir secara sadar dan dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya telah memikirkan segala sisinya sebelum membuat keputusan.



Pertama, buat saya seorang pemimpin yang layak dipilih adalah yang sudah berbuat konkret untuk masyarakatnya.


Dalam kaitan dengan itu saya melihat Pak Handoyo telah berbuat bahkan jauh  sebelumnya. Contohnya, Pak Handoyo membuat wisata Wego untuk meningkatkan pariwisata yang berdampak pada warga sekitarnya. Pak Handoyo juga peduli anak muda dengan membuatkan circuit gratis bagi para penghobi motor cross. Ini faktanya. Sebelum jadi pejabat sudah berbuat.


Pak Handoyo membuat forum-forum diskusi bagi anak-anak muda agar terasah secara intelektual. Pak Handoyo juga terjun langsung mendampingi petani agar berani mencoba komoditas baru yang lebih produktif sekaligus membukakan jalur pasarnya. Dan masih banyak contoh konkret yang lain. 


Semua itu dilakukan secara mandiri, penuh optimisme, mengajak bergandeng tangan masyarakat tanpa berharap banyak ada bantuan dari pemerintah. Sebuah sikap berdaulat yang kuat dari seorang pemimpin. Ini point buat saya.


Sementara paslon-paslon lain adalah birokrat yang secara riel belum punya wujud konkret berbuat sesuatu yang berdampak luas untuk masyarakat. Belum ada karya pribadi yang dipersembahkan untuk  kemakmuran rakyat. Sebatas kegiatan-kegiatan seremonial yang penuh retorika. Setidaknya itu sepengetahuan saya selama ini.


Kedua, sosok Pak Handoyo saya pahami sebagai pribadi yang sudah selesai. Secara pribadi, kebutuhan hidupnya sudah cukup. Tapi ia sadar banyak orang di sekitarnya yang belum baik kehidupannya. Di situlah muncul kepedulian. Yakni, memikirkan nasib orang banyak, bentuk kepedulian sosial yang tak banyak dimiliki seorang pemimpin.


Dia memahami situasi kondisi masyarakat pedesaan di wilayah selatan yang lebih tertinggal. Lalu mendorong tokoh-tokoh di sana untuk memajukan desanya masing-masing. Bukan cuma menyuruh tapi juga ikut membukakan jalan dan network yang dimilikinya. Pak Handoyo orang yang membumi dan benar-benar dekat dengan rakyat.



Ini adalah bentuk kepedulian yang riel dari seorang pemimpin. Ada atau tidak ada jabatan dirinya sudah berbuat banyak untuk masyarakat desa-desa tertinggal. Apalagi jika memegang jabatan, saya yakin stempel dan tanda tangannya akan dipergunakan sepenuhnya untuk membuat kebijakan yang akan memakmurkan masyarakatnya. Secara idiologis saya sepaham dalam hal ini.


Ketiga, Pak Handoyo adalah sosok yang punya narasi yang jelas tentang mau diapakan Lamongan di masa depan. Bahkan lewat media secara terbuka sudah berani menyebutkan program untuk masyarakat dan angka-angka yang dianggarkan. Karena melihat betapa banyak program bupati Lamongan selama ini yang timpang secara perimbangan dan peruntukannya. Sehingga rakyat banyak bertanya, apa tinggalan pemerintahan sebelum ini dengan anggaran APBD yang begitu besar? Rakyat tidak terlalu merasakannya.


Pemimpin identik dengan narasinya. Saya melihat  Pak Handoyo ini punya narasi sangat jelas, terang benderang, logis rasional. Tidak muluk-muluk, sangat realistis, dengan argumentasi dan analisis yang kuat.


Jadi, jika saat ini saya mendukung dan ikut berjuang dengan Pak Handoyo dan Astiti secara terbuka itu semua saya lakukan dengan sadar dan tanpa pamrih. Semata-mata karena saya cinta Lamongan, peduli masa depan kabupaten ini, dan ingin segera ada perubahan, dimulai dengan menghadirkan pemimpin baru.


Banyak yang menyalahkan saya karena menganggap saya bodoh memilih berjuang bersama orang yang peluang menangnya disangsikan. Tidak mengapa. Sekali lagi ini bukan soal seberapa besar atau kecil peluangnya. Tapi ini sudah soal idealisme. Idealisme yang harus diperjuangkan. Kalau saya memilih menjadi oportunis, tentu saya akan gabung ke paslon yang punya gerbong partai yang banyak dan dipersepsi akan menang. Tapi, sikap seperti itu bukan prinsip hidup saya. Saya tetap berpijak pada akal sehat. 


Mari berpikir, boleh berdebat. Mungkin kita berlawanan secara politik. Tapi kita semua adalah kawan dalam kehidupan dan persahabatan. Yang paling penting adalah saya memilih yang paling realistis karena sudah konkret karyanya dan jelas programnya untuk masa depan Lamongan masa.


Semoga tulisan ini bisa menjelaskan lebih kompehensif latar belakang pilihan politik saya. Yang tentu saja, sah secara konstitusional. 


Terima kasih dan salam KOMPAK selalu!****

*Penulis adalah aktivis masjid, peternak kambing. Tinggal di Gempolpading, Pucuk, Lamongan.

LihatTutupKomentar