-->

SONGKOK FADHILAH MASNUR, KALITENGAH: Tembus Sampai Malaysia, Terkendala Birokrasi

 

LENSADESA. Perjalanan liputan LensaDesa kali ini bergerak menuju desa Gambuhan, Kalitengah, Lamongan. Menuju industri pembuatan songkok yang dipelopori oleh pemuda kampung yang energik dan kreatif: Masnur Qomarudin.

"Saya belajar membuat songkok ini sejak SMP. Waktu membantu pak Sodik. Mengerjakan bagian yang kecil-kecil. Tujuannya untuk cari pengalaman dan uang jajan sekolah. Alhamdulillah, dari situ saya malah bisa belajar semua proses produksi dan keterusan sampai sekarang. Hingga punya merek sendiri al-Fadhilah ini," kenang Masnur mengawali perbincangan.

Pemuda Lamongan kelahiran tahun 1990 ini sekarang memang mempunyai merek songkok sendiri berlabel al-Fadhilah. Tidak menyangka, produksi songkok yang semula hanya dipasarkan dari pasar ke pasar di dekat rumahnya, ternyata banyak peminatnya. Ada yang kemudian memesan satu dua kodi untuk dipasarkan di kecamatan lain dan selalu habis. 

"Dari situlah merek al-Fadhilah mulai dikenal. Hampir di semua pasar di Kabupaten Lamongan ini ada yang jualan songkok merek al-Fadhilah sehingga saya tidak perlu lagi memasarkan sendiri. Saya fokus di produksi saja," jelasnya.


Saat ini songkok al-Fadhilah sudah melebar ke mana-mana. Permintaan terbesar datang dari kawasan pantura tapal kuda. Mulai Bangil, Pasuruan, Situbondo, Probolingga, Lumajang hingga Madura. 

"Dalam satu minggu bisa habis satu kodi permintaan dari kota-kota itu. Belum untuk kota-kota lainnya yang sesekali minta kiriman. Seperti dari Jakarta, Bandung, Tasikmalaya. Saya juga ada pelanggan dari NTB dan Samarinda meskipun belum terlalu besar," tandasnya.

Ada lima motif songkok yang dibuat oleh Masnur. Yakni, polosan, bordiran, soga, grader, dan klasik. Untuk memenuhi semua permintaan pelanggannya dia mempekerjakan 18 orang karyawan. Masing-masing terpisah dalam hal pekerjaan. Ada yang khusus memotong pola, ada yang menjahit, ada yang membuat bordir, ada yang bagian finishing dan packaging.

"Yang polosan dan bordiran yang paling banyak permintaannya karena harganya terjangkau untuk semua orang. Harga songkoknya di pasaran berkisar antara 200 hingga 500 ribu. Tergantung motif, kerumitan bordiran, dan kualitas bahan.
Semua pengerjaan songkok itu dilakukan di desanya. Gambuhan Kidul, Sukodadi, Lamongan. Beberapa pengerjaan kecil melibatkan tetangga. Dipusatkan dalam satu desa supaya mudah dalam pengontrolannya. "Kita bagi-bagi kerjaan dan bagi-bagi rezeki ke tetangga. Supaya usaha ini berkah," jelasnya.

Menurut bapak satu anak bernama Mohamad Dimas Hadiwijaya ini, produk songkok al-Fadhilah sebetulnya sudah menembus pasar Malaysia dan sangat diminati di sana. Akan tetapi ia belum bisa melakukan ekspor secara resmi ke negeri jiran itu.

"Masih terkendala ijin. Sudah satu tahun saya lengkapi berkasnya di Disperindag. Tapi belum ada titik terang. Entah di mana masalahnya. Harapannya sih cepat keluar dan bisa mengirim dalam jumlah besar ke Malaysia," ungkapnya.


Selama ini produknya bisa sampai ke Malaysia kalau ada tetangga atau teman yang membawanya. "Paling hanya satu atau dua kodi sesuai kapasitas bagasi pesawat. Nggak bisa bawa banyak. Kalau nggak ada yang pergi atau liburan ke Malaysia ya nggak ada barang yang sampai sana. Jadi ya temporer. Sifatnya hanya untuk oleh-oleh saja. Padahal, saya pengen punya agen di sana karena pasarnya besar sekali. Orang Malaysia sendiri suka dengan model songkok begini," lanjutnya.

Apa yang dilakukan oleh Masnur dengan produk songkoknya yang terus berkembang ini diakuinya prosesnya berlangsung secara otodidak. Dia belajar bersama jatuh bangunnya bisnis songkoknya. Pengalamanlah yang mengajarinya untuk tetap surviv sekaligus mendapatkan banyak ilmu dari lapangan. Dia tidak pernah menempuh pendidikan khusus bisnis untuk mengembangkan usahanya di kampungnya Desa Gambuhan Kidul RT 01/ RW01 Gambuhan, Kalitengah, Lamongan. Bagi yang ingin menjadi agen bisa kontak ke HP 0813 3352 2851 yang dipegang Masnur sendiri.

Baginya, agar bisnisnya tetap tumbuh dengan baik, tipsnya sederhana saja. "Menjaga kualitas produk, membayar tepat  waktu kepada suplier bahan-bahan songkok, dan terbuka kepada semua karyawan karena karyawan bukan saja saya anggap aset tapi sudah seperti keluarga sendiri yang masalahnya dan kesejahteraannya juga harus saya pikirkan. Selebihnya saya hanya tawakal pada Allah. Karena hidup, mati, dan rezeki sudah diatur. Kita tinggal berusaha semaksimalnya saja," pungkasnya menutup perbincangan.* (Yunus Hasyam)
LihatTutupKomentar