-->

SERING TERIMA GRATISAN: Bahaya untuk Masa Depan



Sidang Jumat yang Budiman,
Dalam hidup ini sebetulnya kita  berada di proses perbankan semesta. Kita punya Buku Rekening Attitude masing-masing di langit sana. Hukum yang berlaku tentu saja hukum semesta. Yang tidak bisa diakali, direkayasa, dan dimanipulasi sesuai kehendak kita. Yang mau ngakalinya, pasti akan kebentur balik dengan pola rekayasa yang dilakukannya. 

Hanya soal waktu saja. Karena hukum yang pasti absolut itu hanya hukum yang berlaku di semesta, tak bisa direkayasa, seberat zarah pun. Pada saatnya nanti akan dipanen juga, sesuai vibrasi yang dipancarkannya. Siapa menanam dia memanen.

Jadi, yang ada, kitalah yang  otomatis mengikuti hukumnya. Hukum semesta yang absolut itu. Salah satunya tentu hukum kekekalan energi. Karenanya yang akan berlaku dalam kehidupan kita adalah pola pertukaran energi itu.
Mereka yang melakukan perbuatan yang positif artinya sedang menabung kebaikan di Buku Rekening Semesta atas namanya sendiri, tidak mungkin tertukar dengan nama orang lain. 

Namanya rekening tentu saja suatu saat bisa dicairkan isinya. Kalau tabungan positifnya banyak maka di masa depan, suatu saat nanti, saat dibutuhkan, pencairannya juga pasti banyak. Dengan deposito yang banyak itu, maka sesulit apapun masalah yang menimpa kita nanti, maka akan mudah saja menemukan solusinya.  Bertemu dengan kebetulan-kebetulan yang memudahkan kelancaran suatu urusan atau belitan masalah. 

Akan banyak ketemu kejadian "ndilalah" yang sama sekali tak diduga dan jalan keluarnya mengalir dari mana saja.

Mudahnya mendapatkan solusi itu bukan karena kebetulan sebenarnya. Yang sedang terjadi adalah kita mencairkan sendiri rekening tabungan semesta kita yang isi saldonya dan sudah banyak itu. Jadi, ada kesulitan apapun, jalan keluarnya akan mudah. Karena saldonya ada bahkan berlimpah jadi pasti akan cairnya. 

Itulah sebabnya saya tidak gampang untuk menerima barang atau fasilitas gratisan. Sebelum menerimanya saya selalu berpikir dulu: dengan apa ini energinya mau saya ganti ya? Supaya saldo positif saya di buku rekening semesta tidak berkurang. Saya harus nolkan. Entah dengan cara apa suatu saat nanti, yang penting saya bisa tukar energi pemberian itu. Kalau ditraktir ya nanti gantian saya traktir. Biar impas.

Pada jaman dahulu, para tabiin yang ingin mendapatkan ilmu dari sang guru, rela berjalan berhari-hari menembus padang tandus dan melewati negeri-negeri kabilah. Itu ongkos atau energi yang dikeluarkannya. 

Maka tidak heran kalau kemudian menjadi imam-imam besar yang disegani. Kumpulan haditsnya dijadikan rujukan hingga kini. Bisa bayangkan bagaimana jauhnya Imam Bukhari berjalan begitu jauh dari Uzbekistan hingga Timur Tengah mencari guru-gurunya.  

Imam Syafii pun demikian. Ia rela menjadi musafir melintasi beberapa negara di timur tengah. Hingga akhir hayatnya di Kairo. Karena ingin mendatangi guru-guru ngajinya. Dengan segala perjuangan dan pengorbanannya.

Betapa besar energi yang dipertukarkan,  meskipun kegiatan mengajinya itu sendiri gratis. Kalau Imam Bukhari kemudian  menjadi penulis hadits ternama itu bukan tanpa alasan. Dia tidak memperolehnya dengan gratisan. Wajar kalau yang diperolehnya kemudian adalah kemuliaan. Namanya abadi hingga sekarang dan kitabnya menjadi rujukan. Siapa umat Islam yang tidak pernah mendengar nama Imam Bukhori?

Jadi, sekarang terjawab kan kenapa yang sering minta-minta gratis itu tidak  bisa maju hidupnya? Karena ia tidak punya tabungan positif di semesta. Dia tak punya energi untuk mencairkannya menjadi bentuk-bentuk kesuksesan atau kemudahan hidup. Bahkan bisa jadi buku tabungan semestanya minus sehingga hidupnya makin lama makin susah. Semakin minus saldonya semakin ia tak mudah untuk keluar dari kesulitan hidup. By Among Kurnia Ebo*
LihatTutupKomentar