-->

KISAH DARI TEPI HUTAN: Berawal dari Mimpi Bisa Jelajahi 5 Benua (1)


Mimpi itu gratis. Tak perlu bayar. Tapi sayang, tak banyak anak muda yang mau bermimpi. Mengapa? Karena mereka belum-belum sudah tak yakin bisa mewujudkan impiannya. 

Itulah yang membedakan anak muda Lamongan lainnya dengan Among Kurnia Ebo. Warga pinggir hutan dari desa Sukobendu,  Mantup, Lamongan ini sedari kecil sudah punya mimpi besar. Sejak masih sekolah sudah sering berkata kepada teman-temannya bahwa kelak ia akan bisa mengunjungi negerinya Maradona, Michael Jordan, Davied Beckcam, Ruud Gulit, Leonal Messi, Ronaldo dan sebagainya. Meski bagaimana caranya ia belum tahu.

Pokoknya kalau ada nama-nama terkenal di dunia sepakbola atau olahraga lainnya dia selalu berkata: suatu saat aku akan ke negaramu!



Hal yang iseng itu siapa sangka di kelak kemudian hari terwujud semua. Semesta ternyata mendukungnya. Ia telah menjelajah lebih dari 80 negara di lima benua. Sudah ke Amerika Latin, Amerika Serikat, Eropa, Afrika, dan hampir separoh negara Asia.

"Pokoknya awalnya hanya mimpi. Mimpi itu amazing. Terwujudnya juga amazing. Rasanya mustahil. Tapi faktanya semua bisa terjadi. Semua hanya berawal dari mimpi. Mimpi itu yang mencarikan jalannya sendiri untuk terwujud," jelas Among Kurnia Ebo kepada LensaDesa.

Cara terealisasikan mimpi menjadi kenyataan itu rasanya sulit dipahami. Tapi begitulah jika hukum semesta bekerja. Tuhan sesuai persangkaan hamba-Nya. Tuhan akan mengabulkan setiap doa hamba-Nya.

Kegemarannya melakukan traveling keliling dunia dimulai dari secara kebetulan saat kuliah bertemu komunitas backpacker. Dari sanalah ia mendengarkan tips dan trik orang-orang itu bisa menaklukkan negeri-negeri seberang.

Baca Juga : KISAH DARI TEPI HUTAN: Terkejut Pertama Lihat Transjakarta di Kolombia (2)

Setelah mempunyai Paspor maka mulailah ia mengikuti jejak teman-teman komunitasnya. Terbang ke negara tetangga. Mulai  dari Singapura dan Malaysia. Dan tentu saja mencari tiket promo yang murah meriah.

"Dulu banyak tiket promo AirAsia ke Singapore atau Kuala Lumpur itu hanya 99ribu. Kalau sekarang rata-rata 400-500 ribu PP dari Surabaya atau Bandung. Saya pernah dapat tiket promo satu peso ke Philipina. Ya, tiketnya hanya sekitar seribu rupiah," ujarnya.



Sejak saat itulah Ebo senang berburu tiket promo via online. Hampir semua maskapai diuliknya. Begitu ketemu tiket promo langsung dieksekusi. Soal nanti di sana mau ke mana dipikir nanti. Pokoknya nekad saja. Punya tiket dulu.

Setelah negara-negara Asia dikunjungi naluri backpackernya terus terasah. Mulailah ia terbang ke negara yang lebih jauh. Seperti Australia, Hongkong, Korea, Jepang, Maldive, sampai akhirnya ke Turki, Inggris, dan hampir semua negara Eropa.

 "Traveling itu asik dan nagih. Kita jadi punya banyak wawasan dan juga pengalaman baru. Pulang dari sebuah negara kita seperti dipanggil untuk segera mengunjungi negara lainnya. Karena setiap negara itu unik. Setiap negara memberi kesan tersendiri," papar alumnus SMA Negeri 2 Lamongan ini bangga.
Uniknya, meski sudah menjelajah ke lima benua, Ebo sama sekali tidak bisa bahasa Inggris. Ketika melakukan traveling ia hanya mengandalkan komunikasi ala tarzan atau panduan dari Google saja.

"Di banyak negara bahasa Inggris juga belum tentu laku. Karena orang Belanda lebih suka ngomong Bahasa Belanda. Orang Jerman maunya ngomong Bahasa Jerman. Orang Spanyol maunya ngomong Bahasa Spanyol. Begitu juga orang Portugis, Italia, Swiss, Kroasia, Portugal dan Turki. "Kalau nunggu bisa semua bahasa asing itu kapan kita akan jalan. Akhirnya ya nekad aja. Dan terbukti bisa pergi pulang dengan selamat tanpa suatu apa. Sampai sekarang," paparnya.



Kebanyakan dari kita nggak mau traveling ke luar negeri karena alasan tidak bisa Bahasa Inggris. Padahal, di negara-negara yang kita kunjungi Bahasa Inggris belum tentu dipakai. Jadi, yang terpenting apa supaya bisa keliling dunia?

"Menurut saya dua saja. Pertama, punya impian. Kedua, langsung nekad berangkat. Kalau sedikit-sedikit bisa Bahasa Inggris itu lebih baik. Yakin aja di sana nanti akan banyak kemudahan dan ketemu orang baik yang memudahkan perjalanan kita," ujar Ebo yang pernah kuliah di Fakultas Sastra UGM dan aktif di pers mahasiswa.* (Miftah MM)
LihatTutupKomentar