-->

JALAN MUDAH MENUJU SUKSES: Wajib Hilangkan Virus BED



Jamaah Jumat yang Budiman...

Kali ini kita akan bicara tentang kesuksesan. Mengapa? Karena semua orang ingin sukses. Karena Allah SWT telah menciptakan manusia ke dunia ini dalam  keadaan yang sempurna. Dengan DNA Juara. DNA Sukses. Dengan amunisi tempur paling lengkap. Mulai anggota tubuh, otak, orang tua, keluarga, agama, alam dengan segala isinya. Semuanya sudah komplit. Pendek kata, kita dihadirkan ke dunia ini  dalam posisi insan kamil yang full fasilitas. 

Oleh karenanya, apabila dalam menjalani hidup ini kita tidak sukses berarti kita termasuk orang yang tidak bersyukur. Termasuk orang yang menyia-nyiakan karunia Tuhan. Termasuk orang yang menzalimi diri sendiri.

Maka dari itu, sukses bukan lagi hak setiap orang. Tapi, sukses adalah wajib bagi setiap diri, wabilkhusus kita sebagai muslim, yang secara terang-terangan diperintahkan untuk sukses dunia akherat. Kalimat itu hampir ada dalam setiap doa kita. Hampir setiap hari kita ucapkan selesai salat di sela wirid yang rutin.

Lalu, bagaimana cara kita untuk menggapai kesuksesan itu? Banyak panduan bisa kita ikuti. Tapi, dalam kesempatan ini mari kita bicarakan satu hal. Yakni, hal-hal mendasar yang bisa menghalangi orang untuk meraih kesuksesan.

Dalam kajian ilmu pemberdayaan diri, ditemukan rumusan bahwa kita akan sulit untuk menggapai sukses jika kita masih punya  penyakit ini: Penyakit BED. 

Yakni tiga penyakit yang kebanyakan menimpa orang-orang yang tidak sukses. Yang hidupnya kacau. Yang masa depannya tidak jelas. Yang hidupnya tidak tumbuh. Yang kualitas hidupnya begitu-begitu saja. Yang tidak punya peningkatan kualitas hidup yang signifikan. 



Apakah penyakit BED itu?

Yang pertama, bernama Blame. Selalu menunjuk orang lain, bukan menengok ke dalam diri sendiri. Jika sesuatu yang buruk terjadi dalam hidupnya, ia cenderung menyalahkan orang lain. Orang lainlah yang menjadi penyebabnya dan bukan kita. Orang lainlah yang salah, bukan kita. Orang lainlah yang tidak mendukung dan tidak peduli kita, bukan kita yang salah.

Kita tidak mau introspeksi atas apa yang terjadi dan apa andil kita dalam kegagalan yang terjadi dalam hidup kita. Pokoknya orang lain yang salah. Titik!
Bos pilih kasih. Aku seperti anak tiri. 

Bahkan Tuhan pun bisa disalahkan: kenapa Tuhan tidak adil, kenapa Tuhan tidak melihat kerja kerasku? Kenapa hidupku dibuatNya terpuruk? Kenapa orang lain hanya menyalahkanku? Kenapa aku terlahir dari orang tua miskin? Kenapa lingkungan tidak ada yang peduli hidupku? Dan kenapa-kenapa yang lain, yang  bisa dicari-cari.

Jika diteruskan pola menyalahkan pihak lain itu, bukan saja hidup kita nggak akan maju, tapi juga akan capek. Lelah lahir batin.  Wajah akan cepet tua. Karena, kita tidak akan pernah tahu di mana salah kita ketika kita sendiri tak pernah bertanya: di mana salahku? Hingga hidupku tidak bisa sukses!

Penyakit kedua adalah Execuses. Sibuk mencari berbagai alasan pembenaran atas suatu kegagalan. Ini adalah salah satu kebiasaan yang akan menghambat terjadinya perubahan dalam hidup kita. Kita akan muter-muter di situ-situ saja.  Tidak beranjak ke mana-mana. Kita minta dimaklumi atas kegagalan ini. Orang lain sudah memikirkan apa yang akan dilakukan untuk  solusi atau antisipasi atas perkembangan cepat yang terjadi di luar sana. Kita masih sibuk membuat alasan-alasan pembenaran hanya agar dianggap kita benar atau mengundang simpati orang atau dikasihani pihak lain. Kapan bisa maju? Kapan kondisi berubah kalau sikapnya begitu?

Penyakit ketiga bernama Denial. Menolak apapun masukan dari orang lain. Kita merasa paling hebat, merasa sudah melakukan maksimal, merasa paling tinggi ilmunya, merasa paling tahu masalahnya. 

Kita tidak bisa mendengar perspektif yang berbeda. Pokoknya apapun saran, kritik, masukan, solusi orang lain kita tolak, kita lawan, kita anggap tidak ada benarnya.

Padahal, kalau kita menyadari postur tubuh kita ini, kita diberi Tuhan dua kuping. Dengan daun telinga yang lebar. Filosofinya, seharusnya kita harus punya attitude untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara. Karena mulut itu cuma satu sedangkan telinga itu dua.

Jadi, semestinya yang harus dilakukan adalah dengarkan orang lain, pertimbangkan masukannya, gali perspektif sebanyak mungkin dari banyak pihak. Bisa jadi justru dari situ solusi paling jitu didapatkan dan kesuksesan akan lebih mudah bisa dicapai. 

Dengan cara itu kita juga akan lebih dihargai orang  lain. Karena kita lebih dulu memberi penghargaan pada pendapat, saran, dan kritik dari mereka. Kita menjadi pribadi yang senang diberi masukan. Sayangnya keterampilan mendengarkan ini semakin jarang kita jumpai sekarang.

Jadi, jika mau menyadari sesungguhnya penyakit BED ini sangat berbahaya bagi masa depan kita. Kalau mau maju,  mau sukses, mau bertumbuh, mau terus berkembang menuju kehidupan yang lebih baik, pertama-tama yang harus kita lenyapkan dari hidup kita adalah penyakit BED itu.* By Among Kurnia Ebo
LihatTutupKomentar